oleh : Satriagama Rakantas
Sering kita mendengar proyek-proyek penggalian identitas budayanya dengan cara mencari berbagai macam database kesejarahan atau melalui berbagai macam survey dengan cara mewawancarai masyarakat dari generasi sebelumnya yang masih hidup.
Kalau kita cermat, sebetulnya, tiap individu, dimana pun, pasti telah memiliki identitas budayanya masing-masing yang sudah pasti unik. Lalu, kenapa banyak orang masih mencoba mencari identitas budayanya?
Bila kita menengok ke belakang di abad ke 18, ketika Trah Mataram Islam pecah menjadi Yogyakarta dan Surakarta pecah menjadi dua, masing-masing pihak mulai membangun identitasnya masing-masing dengan menciptakan simbol-simbol baru hasil proses inovasi berbagai macam hasil budaya Mataram Gede yang salah satunya adalah desain blangkon. Desain blangkon kedua belah pihak secara umum mirip-mirip, yang tampak berbeda adalah bahwa blangkon versi Yogyakarta memiliki mondolan dan blangkon versi Surakarta tidak.
Bisa dipastikan bahwa, sebelum Trah Mataram Gede lahir, blangkon tidak ada juga pastinya. Ketika pada akhirnya blangkon ada, pasti benda ini diciptakan dan ditradisikan pengggunaannya.
Semua hasil budaya yang ditradisikan oleh masyarakat dalam bentuk apapun sebetulnya pun awalnya ya tidak ada. Benda-benda, sistem-sistem yang ada ditengah masyarakat atau karya-karya seni para seniman yang saat ini masih eksis pun awalnya ya tidak ada semua. Menjadi ada ya karena diciptakan.
Membangun budaya bisa saja tidak harus dengan cara menggali masa lalu karena faktor-faktor perubah dalam kehidupan manusia hari ini pasti sudah sangat berbeda dengan masa lalu.
Ayo berkarya agar kita punya identitas diri. Jangan takut untuk jangan-jangan karya yang kita ciptakan tidak ada runutannya dengan budaya masa lalu. Asalkan dilandasi dengan niat, proses kerja memiliki visi yang baik, serta memiliki konteks yang kuat dengan lingkungan sekitarmu ya berkarya saja. Lanjut wes .. (*)
Salam budaya.