
oleh : Satriagama Rakantaseta
Dalam dunia budaya dan tradisi, sering kita mendengar kalimat melestarikan budaya dan tradisi Bangsa Indonesia yang luhur sehingga semua stakeholder tradisi budaya bergerak menuju ke satu visi misi, yakni menghadirkan hasil karya budaya benda dan tak benda dari generasi nenek moyang nusantara di hari ini agar generasi hari ini mengenal karya budaya nenek moyangnya.
Ketika banyak ditemukan benda-benda purbakala, stakeholder terkait pun sibuk untuk mendata, membaca prasasti-prasasti dan naskah-naskah kuno sebagai rujukan tambahan yang pada akhirnya menjadi sebuah kompilasi materi dasar untuk merestorasi kerusakannya ( bila diperlukan dan ada dananya) serta ditambahi dengan masukan-masukan ilmiah dari para pihak yang dianggap ahli di bidangnya sehingga pada suatu saat nanti dapat dipamerkan dan dinikmati bersama-sama bagaimana wujud kemegahan masa lalu di hari ini.

Terkait dengan hasil budaya tak benda berupa upacara-upacara, tari-tarian dan lain-lain, para stakeholder pun sibuk untuk menghadirkannya di hari ini dalam format yang sepertinya mengikuti sebuah pakem yang dipercaya merupakan sebuah representasi keluhuran nilai-nilai yang dikandungnya.
Upaya pelestarian hasil proses budaya generasi nenek.moyang yang dilakukan oleh para stakeholder budaya diatas memanglah merupakan hal-hal yang sudah seharusnya dilakukan karena kesemuanya adalah merupakan aset budaya dan tradisi Bangsa Indonesia. Namun, tampaknya, terdapat satu hal yang begitu esensial yang terlewat dari perumusan konstruksi pemahaman umum yang terkait dengan esensi hasil proses budaya yang telah dilakukan oleh generasi nenek moyang Bangsa Indonesia.

Sebetulnya, esensi dari kesemua hasil proses budaya nenek moyang kita adalah hasil dari sebuah proses imajinatif para kreator dunia kuno yang mengandung esensi akulturasi dari berbagai macam unsur lokalitas dan unsur-unsur pengaruh budaya lain yang dikemas menjadi sebuah karya adiluhung yang memiliki nilai keluhuran sebuah proses budaya. Nenek moyang kita pun pastinya memiliki visi dan misi untuk masa depan demi keberlangsungan hidup generasi penerus mereka (ya kita-kita ini). Salah satu bukti kekuatan visi mereka adalah peninggalan-peninggalan yang telah diakui oleh dunia yang menjadi representasi Bangsa Indonesia di panggung internasional.
Sudah seharusnya, kita sebagai representasi generasi hari ini merasa malu atas kemampuan nenek moyang kita yang mampu untuk membangun visinya sehingga mampu untuk bersaing dengan visi-visi bangsa lain di ranah global. Bagaimana tidak, hari ini kita pun kenyataannya masih bergantung pada karya-karya luhur nenek moyang kita untuk mendapatkan panggung peradaban dunia.
Seringkali kita terjebak pada sebuah pemahaman dimana budaya Jawa itu ya hanya berisikan unsur unsur ke-jawa-an saja dan tidak ada unsur-unsur lain selain unsur Jawa. Padahal, orang-orang Jawa, menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh Pusat Studi Cina Universitas Indonesia menyebutkan bahwa terdapat sebuah catatan Tiongkok dimana orang Jawa telah menginisiasi untuk melakukan kunjungan ke Tiongkok pada abad ke 3 masehi.
Hal ini merupakan sebuah representasi dari pemikiran global yang diniliki oleh nenek moyang kita untuk menjalin kerjasama global yang pastinya membutuhkan materi teknis yang kuat dan nyali yang mumpuni untuk melakukan jalinan komunikasi global di masa itu.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Dr. Samodra, seorang doktor lulusan Universitas Newcastle, Inggris menyebutkan bahwa terdapat pengaruh budaya Eropa dalam desain bentuk perahu tradisional Jawa dan Madura.
Tegasnya, dari hasil pencarian selama puluhan tahun akan akar budaya Bangsa Indonesia, bila kita hanya mengartikannya bahwa kita harus melestarikannya dengan cara mencontoh persis sama dengan apapun yang pernah dilakukan oleh nenek moyang kita, maka terdapat satu hal mendasar yang pasti akan luput dari perhatian kita, yaitu pelestarian kemampuan berimajinasi, berinovasi serta kemampuan untuk membangun visi besar yang telah ditunjukkan oleh nenek moyang Bangsa Indonesia. Ketiganya merupakan perkara tak kasat mata yang telah dilakukan oleh mereka.
Bila kita hanya terpaku pada pelestarian peninggalan-peninggalan masa lalu yang bersifat fisik, maka sudah pasti kita akan selalu tertinggal jauh dari perkembangan peradaban bangsa lain. Hal ini akan dapat membuat Bangsa Indonesia kehilangan kemandirian untuk membangun konstruksi kehidupan yang sejahtera di masa depan karena ketergantunggan yang tinggi akan karya-karya luhur bangsa lain.
Sampai kapan kita akan terus tidak sadar sedang melestarikan hasil budaya dan tradisi bangsa lain?
Salam budaya
foto : Ist, selasar, berita obrolan