
Oleh : Satriagama Rakantaseta
Tradisi-tradisi luhur titipan nenek moyang yang hingga kini masih kita lestarikan, logikanya merupakan representasi karya luhur yang terlahir dari sebuah forum kompetisi budaya yang ketat yang pernah terjadi di masa lalu.
Kita saja hari ini yang mungkin selalu mengira, bahwa karya-karya yang telah mentradisi tersebut terlahir begitu saja dari seorang maestro budaya yang ada di masa lalu. Padahal, di masa lalu, sebetulnya, situasi persaingan budaya yang terjadi, kurang lebih sama dengan yang terjadi pada hari ini. Sehingga pada akhirnya terlahir sebuah tradisi yang hingga kini dilestarikan oleh hampir seluruh umat manusia, seperti halnya tradisi pencarian berbagai macam informasi yang tersebar di dunia maya menggunakan mesin pencari informasi internet bernama Google.
Sejatinya entitas mesin pencari sata tersebut telah terlahir melalui sebuah persaingan budaya yang sangat ketat yang telah terjadi pada periode masa tiga dekade yang lalu. Perlu diinformasikan disini bahwa, pada masa akhir tahun 90an, selain Google, terdapat pula Yahoo, Altavista, Lycos dan Webcrawler.
Selama ini, terdqpat sebuah kekeliruan pemahaman masyarakat awam, dimana ranah teknologi, menurut mereka, bukan merupakan bagian dari dunia budaya. Sebetulnya, karya budaya mencakup semua benda dan semua sistem, baik yang kasat mata maupun tidak, yang berguna untuk membantu manusia dalam rangka mengisi, mempermudah serta memperindah hidup manusia. Tidak hanya yang terdapat dalam kategori seni. Seperti pemahaman masyarakat awam selama ini.
Kontroversi Kebijakan

Baru-baru ini, Donald Trump, Presiden Amerika Serikat mengeluarkan sebuah kebijakan yang kontroversial dengan cara menetapkan tarif (bea masuk) yang tinggi kepada banyak negara eksportir berbagai macam komoditi dengan maksud agar sektor industri dan perdagangan dalam negeri Amerika Serikat dapat kembali menjadi raja di negeri sendiri.
Hal ini bukanlah tanpa alasan yang mendasar. Selama kurun waktu beberapa dekade terakhir, pasar berbagai macam barang produksi dan konsumsi di Negeri Paman Sam tersebut dibanjiri oleh produk-produk buatan luar negeri, terutama Tiongkok. Ketika hal ini dibiarkan, akan melemahkan sektor industri dalam negeri. Pastinya, kondisi tersebut, pada akhirnya akan menurunkan daya beli masyarakat.
Amerika Serikat dalam 2 milenium terakhir merupakan sebuah negara yang banyak melahirkan karya cipta budaya yang dapat melahirkan banyak tradisi kontemporer dunia dalam berbagai macam bidang, salah satunya adalah cara berkomunikasi warga dunia yang saat ini tidak dapat dipisahkan dari teknologi internet.
Dalam kurun waktu hampir 3 dekade terakhir, banyak inovasi yang terlahir di dunia internet, salah satunya adalah akses komunikasi internet nirkabel. Menurut Trump, banyak sekali karya inovasi Amerika Serikat yang kemudian dijiplak oleh banyak perusahaan Tiongkok, yang pada akhirnya dijual murah di pasaran dunia, termasuk berbagai.macam peralatan internet nirkabel.
Tentunya hal ini sangat merugikan Amerika Serikat, menurutnya. Gampangnya seperti ini, negaraku yang berinovasi dengan susah payah, sudah selayaknya akan mendapatkan keuntungan yang banyak, bukan malah dinikmati oleh Tiongkok.
Dari perspektif Amerika Serikat sendiri, tentunya, kebijakan ini menurut Trump sudah seharusnya diambil guna menyelamatkan perekonomian dalam negeri Amerika Serikat yang selama ini menjadi negara adikuasa. Mungkin menurutnya, nggak lucu lah, masa iya negara yang begitu inovatif kok malah banyak berhutang.
Perlu diinformasikan disini bahwa hutang luar negeri Amerika Serikat saat ini adalah sebesar hampir 37 ribu triliun dollar, jumlah hutang yang besar sekali bila dibandingkan dengan hutang Indonesia yang sekitar 8000 triliun rupiah.
Ternyata, dibalik kemegahan Amerika Serikat dalam berbagai macam bidang, ternyata menyembunyikan berbagai macam persoalan pelik yang beberapa faknyanya dapat disaksikan dalam beberapa channel youtube, salah satunya masyarakat yang tidak memiliki rumah dan pekerjaan.
Menurutnya, kebijakan politik luar negeri Amerika Serikat yang sering terlibat dalam berbagai konflik di beberapa negara selama ini telah menguras cadangan dolar dalam negerinya. Dengan jumlah penduduk sebanyak hampir 350 juta jiwa di tahun 2025 ini, (dimana Indonesia berpenduduk 285 juta jiwa), sebetulnya Amerika Serikat, secara umum dapat memutarkan perekonomiannya secara mandiri dimana ke 50 negara bagian yang tergabung didalamnya memiliki potensi yang berbeda-beda, dimana 3 buah unsur kebutuhan utamanya sangat bisa dipenuhi secara mandiri (sandang, pangan dan papan), sehingga dapat saling mempertukarkan potensi ekonominya masing-masing di dalam negeri untuk memutarkan roda perekonomian masyarakatnya secara mandiri.
Sebetulnya, kebijakan yang diambil Donald Trump, perlu disikapi secara obyektif oleh banyak pihak termasuk oleh Pemerintah Republik Indonesia. Semua pihak menyayangkan kebijakan yang telah diputuskan oleh Trump ini. Tiongkok sebagai sebuah super power baru, berani untuk melakukan retaliasi dengan memberlakukan tarif masuk yang sama-sama tinggi atas produk-produk Amerika Serikat. Sebagian negara-negara yang lain sedang berencana untuk bernegoaiasi dengan Trump guna menyelamatkan dunia industri dalam negerinya masing-masing termasuk Indonesia.
Lalu, tidak adakah upaya lain selain hal itu? Bukankah sebetulnya, dari perspektif yang lain, kebijakan Trump ini merupakan pil pahit untuk dapat membangun kembali keluhuran budaya dan tradisi Bangsa Indonesia yang telah lama runtuh karena kehilangan konteks kemajuan zaman?
Dalam banyak prasasti dan naskah kuno, dapat disimpulkan bahwa budaya dan tradisi masyarakat nusantara, dalam upayanya memanfaatkan kekayaan alam yang dimiliki, mereka sangat menjaga potensi alam, termasuk tanah, air, udara serta segala macam makhluk hidup yang terdapat didalamnya, sehingga dengan cara mereka, berbagai macam kebutuhan hidup dapat dipenuhi dengan baik tanpa menimbulkan kerusakan alam.
Alam Indonesia yang notabene sarat dengan faktor geologis, telah memberikan banyak sekali potensi ekonomis yang ketika dikelola dengan sebaik-baiknya akan dapat membuat masyarakat Bangsa Indonesia menjadi sejahtera.
Ketika semua potensi ekonomis terdapat di tanah kita sendiri, sebetulnya kita dapat melangsungkan proses mewujudkan kesejahteraan bersama masyarakat Indonesia dengan sebaik-baiknya, tanpa harus merasa cemas dengan situasi seperti yang terjadi pada hari ini, yang disebabkan oleh ketergantungan kita terhadap seluruh sistem kehidupan masyarakat yang sejatinya tidak kita ciptakan sendiri.
Mengacu kepada tarif bea masuk yang diberlakukan oleh Amerika Serikat kepada Tiongkok, sepertinya Xi Jin Ping sama sekali tidak gentar atas kenaikan tarif Donald Trump tersebut. Tampaknya, hari ini, kemajuan peradaban Bangsa Tiongkok telah melampaui Bangsa Amerika.
Yuk, gali dan kembangkan lagi budaya kita sendiri, agar suatu saat nanti, budaya Bangsa Indonesia mampu berdaya saing tinggi seperti daya saing budaya Tiongkok hari ini.
Salam budaya.
Satriagama Rakantaseta, Penggiat Budaya