Nukilan Riwayat Sidoarjo ! Dilahirkan Untuk Jaga Kepentingan dan Kekayaan Penguasa

Unik. Itulah catatan sejarah. Semoga apa yang terjadi hari ini tidak menjadi kesinambungan dari episode Sidoarjo masa lalu yang terulang di masa kini.

Sebuah diskusi dua tahun lalu di Rumah Budaya Malik Ibrahim, minggu (29/01/2023) dr. Sudi Harjanto menceritakan secuil catatan peristiwa. Perubahan nama Kadipaten Sidokare menjadi Kadipaten Sidoarjo merupakan dampak adanya perebutan kekuasaan. Plus ribetnya tata kelola kekayaan di lingkaran keluarga besar adipati Surabaya tahun 1859. Saat itu terjadi suksesi kepemimpinan setelah lengsernya Raden Adipati Kromo Djojoadinegoro II; menjelang berakhirnya kekuasaan Kadipaten Surabaya.

Selain itu, tanggal 28 Mei 1859 muncul Surat Keputusan bernomor No. 10/1859 tentang perubahan nama Kadipaten Sidokare menjadi Sido Ardjo. Pada saat perubahan itu, pemerintah kolonial Belanda ditangan Bupati Surabaya yang dijabat Raden Adipati Arya Kromodjoyo Dirono II; masa jabatan sampai 1863.

Perlu diketahui, setahun sebelum masa jabatan berakhir, tahun 1862 R. Notopuro yang bergelar RTP Tjokronegoro I ditetapkan sebagai Adipati Sidokare. Pijakan hukum pembagian kekuasaan ini: Staatblad Pemerintah Hindia Belanda no. 9/1859 tanggal 31 Januari 1859. Selanjutnya, tata kelola pembagian wilayah baru itu dibagi 6 Kawedanan; Kawedanan Gedangan, Kawedanan Sidoarjo, Kawedanan Krian, Kawedanan Taman Jenggolo, Kawedanan Porong Jenggolo, Kawedanan Bulang. Tujuannya ! Meredam perseteruan dan mencermati potensi adanya instabilitas wilayah yang dapat goyahkan pemerintah kolonial. Termasuk terjaganya kekayaan Sidokare ( Sidoarjo ) yang dengan industri gula kristal; dari hulu sampai hilir. Plus seiring semakin meluasnya ‘hutan tebu’ yang dibarengi berdirinya suikerfabriek ( pabrik gula).

Merujuk riwayat ‘Menapak Jejak Pabrik Gula Sidoarjo’ dalam buku terbitan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Sidoarjo tahun 2018, industri gula pertama di kota ini adalah Gula Candi pada 1832. Pendirinya The Goen Tjing. Setelah itu belasan pabrik gula seiring meluasnya ladang-ladang tebu. Di Tanggulangin (1835), Buduran, Waru, Balongbendo dan Watoetoelis tercatat berdiri tahun 1838. Setahun kemudian, hadir lagi pabrik gula di Krian (1839) yang dipandegani perusahaan Cultuur Maatscappi; dan diikuti berdirinya pabrik-pabrik serupa di Poppoh-Wonoayu, Porong dan Ketegan ( sekarang Kecamatan Taman}. Wah luar biasa daya tarik industri gula di Sidoarjo. Hanya berselang setahun muncul pabrik gula di Sruni-Gedangan (1840) disusul di Kremboong (1847) milik NV Cooy dan Coster Van Voor Hout; wilayah tetangga tidak mau ketinggalan. Tahun 1850 di Toelangan disponsori NV Matsechappy Tot Exploitatie de Sukier Ondernamingen Kremboon en Toelangan.

Diresum dari berbagai sumber oleh Ratucahadi

Lainnya