Pentingnya Konteks Kekinian Dalam Melestarikan dan Mengembangkan Budaya dan Tradisi

Satriagama Rakantas – Penggiat Budaya
Hamburger yang diciptakan tahun 1758 dan pizza yang diciptakan tahun 1738 adalah sejatinya produk makanan tradisional Bangsa Eropa dan dipopulerkan menjadi brand produk makanan massal berupa makanan siap saji yang berstandar tertentu oleh para pebisnis Amerika Serikat seperti halnya Mc Donalds (yang lahir tahun 1937) dan Pizza Hut (yang lahir tahun 1958).
Di ranah fashion, siapa yang tidak kenal dengan Levi’s (yang lahir tahun 1873), sebuah brand produk fashion yang menggunakan bahan kain yang kuat dan tebal sebagai sebuah representasi brand produk kain yang telah digunakan oleh para pendulang emas di Amerika sejak awal abad ke 19.
Di bidang transportasi, mobil dan sepeda motor terlahir pada masa abad ke 19 dengan berbagai brand produk yang terkenal hingga hari ini, salah satunya Mercedes Benz.
Dari ketiga kategori produk yang dikonsumsi oleh manusia tersebut, walaupun usia ketiganya sudah lebih dari 100 atau bahkan 200 tahun lebih, sepertinya kita tidak pernah menganggap ketiganya terlihat jadul atau menjadi bagian dari produk tradisional yang terpinggirkan.
Isok ae ya seng mbranding …
Namun, pastinya, sebetulnya banyak juga brand barang-barang konsumi yang berskala global dalam ketiga kategori diatas bertumbangan satu per satu dari masa ke masa.
Nah, ternyata, brand-brand yang masih berjaya hingga saat ini mengembangkan berbagai macam upaya dalam risetnya untuk memasukkan unsur waktu ( kekinian ) dalam produk-produk yang dibuatnya.
Seperti para inovator produk mobil selalu berupaya menambah kecepatan, kelincahan bermanuver, ke-kerenan desain, keamanan berkendara, berbagai macam fitur praktis dan canggih serta penetapan harga yang pantas untuk produk mobilnya untuk dapat mengakomodir kebutuhan persaingan antar manusia yang selalu bergerak semakin cepat dari masa ke masa.
Namun, walaupun semua brand sudah melakukan hal yang sama, eh tetap saja banyak yang tumbang karena kalah bersaing.
Tapi, bukankah dalam persaingan dalam perkara apapun, asalkan berlandaskan sebuah fondasi “fairness”, pihak yang kalah tidak lantas menjadi korban dan pihak yang menang tidak lantas menjadi penjahat.
Satu hal yang biasa saja.

Sepertinya, konteks kekinian memang sangat dipertimbangkan oleh para pebisnis Amerika Serikat sehingga hasil budaya Bangsa Eropa dan Amerika tersebut tetap lestari di hari ini. Para pelestarinya ya kita-kita ini kan ? Lalu, bagaimana dengan produk-produk hasil budaya dan tradisi Nusantara?
Sepertinya, kita harus memikirkan ulang rumusan strategi pemajuan kebudayaan nusantara , seperti halnya yang mereka lakukan.
Memang iya sih nggak gampang, tetapi ya hanya seperti itu satu-satunya cara agar hasil budaya nusantara tetap bisa eksis dan lestari. Jangan sampai kita dengan tidak sadar selalu protes akan masifnya hasil budaya asing yang masuk ke Indonesia tetapi protesnya menggunakan Whatsapp atau Aplikasi X yang ter-install di handphone i-phone sambil makan burger dan pakai kaos oblong.
Selamat berkompetisi dalam ruang budaya dan tradisi global yaa ..
Salam budaya –