
Alun-Alun Kota ! Sejatinya adalah pusaran kegiatan rakyat. Bupati Sidoarjo pertama R. Notopuro (RTP) setelah menerima mandat memimpin di tahun 1859, menginisasi pembangunan Masjid Jamik ‘Agung’ Sidoarjo. Lokasinya berada di sebrang sisi barat Alun-Alun Sidoarjo.
Waktu terus bergulir. Di sisi utara alun-alun didirikan Pendopo Paseban. Tepat berada di depan Pendopo Agung; rumah tinggal bupati. dilanjutkan belahan selatan di bangun kantor pusat pemerintahan, rumah tahanan dan Gedung Wakil Rakyat. Di tengah-tengah alun-alun kota seiring perjalanan waktu, dibangun monumen berlogo kota Sidoarjo: bandeng dan udang. Ikon hasil komoditas unggulan daerah .
Besar harapan dibalik disatukan semua itu. Para pembuat kebijakan ( pengelola pemerintahan ), Wakil Rakyat di Gedung DPRD, tokoh agama berpusat di Masjid Agung, aktivitas rakyat ( Alun-Alun ) dan Rumah Tahanan ( Rutan) bisa dengan mudah menjalin silahturahmi, komunikasi, dan musyawarah dengan semua komponen publik untuk saling mengabarkan kebijakan yang bermanfaat bagi rakyat.

Ada riwayat ! Alun-Alun kala itu juga berfungsi sebagai pasar Lama; dilengkapi bendi atau dokar sebagai sarana transportasi. Pusat aktivitas budaya lokal : seperti gelar upacara nyadran setiap tahun di bulan Ruwah di selaras kalender Islam. Para pedagang kaki lima juga gelar berbagai macam barang dagangan dengan harga terjangkau.
Upacara Nyadran ! Wujud ‘penghargaan’ terhadap nelayan pencari kupang. Utamanya nelayan Desa Balong Dowo, kecamatan Candi yang memiliki tradisi guyup rukun berbondong-bondong berperahu menuju ke laut tempat nelayan mencari kupang.

Selain itu Nyadran, tahun 1962 bupati Sidoarjo R.H Samadikoen menginisiasi tradisi lelang bandeng. Pola lelangnya unik dan berbeda. Perbedaannya pada ukuran bandeng. Tujuannya populerkan produk unggulan lokal, tingkatkan pendapatan dan kualitas budidaya tambak sampai pengembangan ekonomi kreatif para petani.
Sisi lain ! Ini bagian upaya nyata memadukan antara konsep religi dan konsep ekonomi. Tradisi lelang bandeng rutin setahun sekali saat bulan Maulud. Demi pelestarian tradisi lokal, gotong royong dan layak diwariskan pada generasi berikutnya.

Kini semua itu perlahan memudar. Tahun 2019 seolah menjadi akhir tradisi lelang bandeng. Setelah itu warga Sidoarjo tak lagi menemukan tradisi itu meriah di gelar di alun-alun kota. Mungkin sudah tradisi. Perubahan pucuk pemimpin baru selalu ada yang berbeda. Sekaligus bergeraknya roda pembangunan bergerak seiringi dinamika jaman jadi pembenar.
Waktu tak lagi bisa diputar dan tak mudah mengudari rasa kangen terhadap tradisi lelang bandeng.
Rahadi
Dari Berbagai Sumber dan Ringkasan Riwayat Budaya Sidoarjo
foto: ist