Nukilan cerita turun temurun : wilayah segitiga Babalayar, Wates, dan Pagerwojo Sidoarjo. Jauh sebelum tahun 1920, kawasan ini hanyalah secuil daratan di kawasan Delta Brantas. Daratannya sama sekali tak luas; di kelilingi rawa-rawa basah, sungai ( drainase ) atau sebutan lain. Masih belum terkelola sebagai kawasan permukiman, pertanian produktif atau sejenis.

Kata Babalayar ! Merujuk cerita turun temurun dari warga desa Sidokumpul, Pandean-Kauman dan Lemahputro dan sekitar, merupakan singkatan kata: beber dan layar. Makna ini relevan khasanah etimologi Jawa : Ba – merupakan awalan yang menunjukkan aktivitas atau cara melakukan sesuatu. Sedangkan Balayar berarti ‘berlayar atau menggerakkan perahu.
Bila dirunut kelanjutannya! Selaras cerita turun temurun, kawasan Babalayar identik lokasi sandar perahu. Tempat rehat para pencari ikan, pedagang, saudagar atau giat lain di masa lalu. Ketika perahu sandar di tepian, layar dibuka dicek-ricek. Apakah ada yang perlu diperbaiki; tali tampar diperiksa. Begitu pula kayu penyanggah utama atau penopang; plus kondisi perahu secara keseluruhan. Tak terkecuali dayung, jaring ( jala) atau sarana lain yang biasa digunakan. Wilayah ini berdampingan dengan wilayah Slautan ( Samudara Lautan); jaraknya tak lebih dari 200 meter. Kini dikenal sebagai Jl. Sisingamangaraja Kelurahan Sidokumpul ( batas belahan selatan ) dan belahan utara wilayah Wates dan Pagerwojo; kala itu dikenal tapal batas perahu sandar.
Jejak hari ini ! Di sekitar Slautan, Pandean dan Jetis ada sungai yang melintas membelah kawasan tersebut; mengalir dari Desa Banjarbendo, Sidokare, Jetis-Kauman tembus Pucanganom sampai melewati Pasar ‘Pelelangan Ikan’ Sidoarjo yang berada di wilayah Lingkar Timur ( Rangkah Kidul ) dan terus menuju wilayah pertambakan Sidoarjo kawasan timur dan laut.
Realitas lain. Kawasan Babalayar begitu dekat dengan Kali Pucang. Kali ini terbentuk dari pertemuan Sungai Bader ( Jimbaran Kulon) Kecamatan Wonoayu dan Sungai Suko ( Masangan ) Kecamatan Sukodono. Sungai Suko mengalir ke berbagai wilayah; satu diantaranya Kali Pucang; selanjutnya bermuara di Selat Madura (Jurnal Hidroteknik). Daerah Aliran Sungai (DAS) Pucang ini memiliki luas sebesar 5352 Ha. Saluran primer ini membentang sepanjang 26 km;
Kali Pucang ! Salah satu dari lima sungai ‘besar’ yang mengelilingi Sidoarjo. Sedangkan 4 sungai lainnya : Sungai Mbah Gepuk yang diproyeksikan meredam potensi banjir di sekitar Desa Balonggabus (Candi) dan Tanggulangin. Ada juga Kali Buntung atau Kali Sinir untuk kendalikan banjir di Kecamatan Krian, Taman dan Waru. Semua kali tersebut merupakan sudetan dari Kali Mas dan Kali Porong yang merupakan bagian Sungai Brantas; pembentuk kawasan Delta Brantas ( Sidoarjo).
Setelah setengah abad, sekitar tahun 1970. Kawasan Babalayar tumbuh sebagai pusat kegiatan ekonomi dan sosial. Kawasan ini bersebelahan dengan pasar tradisional Dayu, pusat hiburan rakyat ( bioskop ), pabrik beras, pabrik pembuatan kertas secara tradisional, terminal oplet, plus dokar. Namun, seiring bergulirya waktu, sepuluh tahun kemudian (1980) pusat kegiatan ekonomi mulai bergeser ke Pasar Larangan ( Candi), Waru, Sukodono, dan Porong.
Realitas hari ini ! Eksistensi Babalayar tampak tidak berubah. Tetap jadi salah satu sentra bisnis : titik temu ujung utara Jl. Diponenoro dengan Jl. M.H Tamrin, Jl. Teuku Umar dan Jl. Pahlawan. Seluruh badan jalan tersebut dari ujung ke ujung, telah dipenuhi beragam jenis usaha yang begitu memanjakan warga dari mana pun. (dari berbagai sumber dan cerita warga lawas).
Perangkum : ratucahadi