
oleh : Satriagama Rakantaseta
Pentingnya tinjauan sejarah geologis dan arkeologis untuk memahami peristiwa banjir Sidoarjo di hari ini sebagai materi penting perencanaan di masa depan
Semingguan terakhir, masyarakat Kabupaten Sidoarjo terkurung banjir. Kecamatan Sidoarjo, Candi, Krian, Porong, Tanggulangin, Waru dan beberapa kecamatan lain, di beberapa area terendam banjir. Bila kita membaca peta geologi wilayah Kabupaten Sidoarjo, seluruh daratan di kabuoaten ini adalah hasil bentukan sendimen material Sungai Brantas (zona Delta Brantas)

Bila kita perhatikan dengan seksama, banjir kali ini, tampaknya bukanlah banjir yang utamanya disebabkan oleh saluran-saluran air yang tersumbat oleh sampah, walaupun ya sampah masih terlihat dimana-mana. Banjir kali ini, nampaknya lebih disebabkan oleh tingginya curah hujan ditambah permukaan air laut yang sedang pasang (maksimal). Sepertinya begitu sih ..
Stasiun Kota Sidoarjo, yang dibangun tahun 1875 – 1878, memiliki tanda +4, yang berarti level ketinggian daratan dimana bangunan stasiun tersebut dibangun adalah berada pada ketinggian 4 meter diatas permukaan air laut.
Pada tanggal 6 April 2022, menurut informasi berbagai macam media online, telah ditemukan struktur kuno periode Hindu Budha yang terkubur sedalam lebih dari 1 (satu) meter di Dusun Karangtanjung Kecamatan Candi. Sejumlah titik di Kecamatan Candi (Balonggabus), pada banjir Sidoarjo saat ini, terendam hingga kurang lebih 50 cm.
Kok bisa ya, nenek.moyang kita membangun bangunan pada level ketinggian permukaan tanah hanya sekitar 3 (tiga) meter dari permukaan air laut ? Apa nggak terendam lebih dari 1 meteran? Pastinya, tinggi permukaan air laut di zaman dulu lebih rendah daripada hari ini.

Pembacaan peta geologi Pulau Jawa yang dibuat oleh Franz Wilhelm Junghuhn, 1850an dan peta geologi tahun1938 (Dienst van den Mijnbouw in Nederlandsch-Indië, Topografische dienst in Nederlandsch-Indië (Batavia)) yang kami lakukan, memunculkan sebuah hipotesa bahwa aliran Sungai Brantas yang mengarah ke timur, di wilayah Mlirip, Mojokerto terhambat oleh lipatan bumi di area Pasinan (Mojoanyar), sehingga aliran sungai mengarah ke utara dan sendimen sungainya membentuk daratan-daratan baru (delta) hingga ke wilayah timur di Kecamatan Balongbendo, Krian, Wonoayu, Sukodono, Taman, Waru, Sedati, Gedangan, Buduran dan Kecamatan Kota.
Tegasnya, di Zona Delta Sidoarjo, wilayah-wilayah yang tersebut diatas terbentuk terlebih dahulu daripada wilayah-wilayah Sidoarjo di bagian tengah dan selatan. Berdasarkan pembacaan peta topografi online (realtime), ketinggian permukaan daratan di wilayah-wilayah tersebut antara 4 hingga 9 meter (Kota, Buduran, Waru & Sedati) dan 10 hingga 25 meter (Sukodono, Wonoayu, Balongbendo & Tarik bagian utara) diatas permukaan air laut.

Di wilayah kabupaten bagian tengah dan selatan, ketinggian permukaan daratan berkisar antara -1 meter (titik area timur jalan lingkar timur, 0 meter (titik Bluru hingga 1 – 8 meter diatas permukaan air laut (Candi, Tanggulangin, Porong, Jabon, Tulangan, Krembung, Prambon, Bulang dan Tarik bagian selatan.

Pada peristiwa banjir minggu lalu, sebagian wilayah Bluru, Sidoarjo, yang memiliki ketinggian permukaan daratan antara 0 hingga 4 meteran diatas permukaan air laut, tak luput dari rendaman air banjir.
Terkait dengan banjir, dalam kurun waktu satu tahun terakhir. kami memang memfokuskan diri untuk membaca ulang sejarah geologis Kabupaten Sidoarjo dengan menggunakan beberapa dasar penting, termasuk peta geologi dan peta topografi online, serta buku daftar penemuan artefak kuno (Oudheven van Java, tahun 1891 dan 1915) untuk menakar garis batas daratan dan perairan (sungai & lautan di masa lalu) di Kabupaten Sidoarjo. Hal ini sangat berguna untuk memahami peristiwa banjir yang kerap melanda Kabupaten Sidoarjo…. ( bersambung part – 2)
Salam Budaya –
Satriagama Rakantaseta – Penggiat Budaya