Dibalik Hari Puisi Nasional. Monggo Direnungkan

Ruang publik ! Dimana pun itu, termasuk di Sidoarjo ibarat singgasana bagi siapa pun warga negera ini berekspresi : menunjukkan kemampuan diri dan eksistensi kelompok agar diketahui orang lain, pemerintah, pejabat atau khalayak umum. Semua hal yang diungkapkan secara rasional dan bisa diterima akal sehat, tidak timbulkan kegaduhan di ruang publik, bukan intimidasi, provokasi, hasut atau bersifat negatif; layak diapresiasi. Itulah suara publik.

Pemangku kebijakan negara; dari pusat sampai daerah tidak alergi mendengar suara publik. Termasuk yang disuarakan seniman, penyair atau para pekerja seni yang adakalanya cenderung egaliter. Termasuk karya seni dalam wujud puisi.

Perlu Diyakini atau Tidak pun Tak Mengapa

Puisi ! Boleh diyakini atau tidak, miliki manfaat. Tidak salah, bila ada anggapan manfaatnya cenderung bersifat personal. Namun bila mau memahami lebih dalam, setiap rangkaian bait kata dapat mengispirasi atau mengedukasi diri untuk; positif berpikir, memberi ketenangan hati, dan mengenal nilai-nilai kemanusiaan.

Puisi ! Seringkali merupakan representasi suara hati atau sikap responsif; terhadap apa yang dirasakan, dilihat, diharapkan atau teringkari. Bagian perwujudan luapan emosinal yang telah menggumpal dalam hati agar bisa terasa plong.

Perlu Ada Sebagai Filter Pengingat !

Puisi perlu ada dan dikibarkan di ranah publik. Negeri ini masih perlu generasi penerus Chairil Anwar. Bagi tokoh legenda puisi Indonesia ini, puisi merupakan ungkapan kejujuran diri, cara pandang tentang kehidupan, politik dan beragam realitas sosial yang terjadi. Biarkan melalui karya seni siapa pun berteriak soal : ketidakadilan, kemunafikan, kegaduhan sosial dan apa pun yang tidak disukai.

Tampung saja. Bagi aparatur negara, Luapan hati dan pola pikir yang terangkai dapat menjadi inspirasi, referensi, dan sarana membuka pintu dialog, menjaring aspirasi dan mencermati sebagai referensi terwujudnya inovasi kebijakan berbasis kerakyatan. Jangan biarkan turun ke jalan.

Jadikan gedung parlemen rumah curhat bagi rakyat atau generasi muda. Optimalisasikan institusi daerah : Bakesbangpol, Dinas Infokom, Dispora, dan Dinas Pendidikan atau jajaran terkait sebagai fasilitator komunikasi. Sekaligus mendesain beragam giat generasi muda dan partisipasi aktif dalam pelaksanaan program pembangunan. Pola pikir pelaku seni, budayawan, generasi penerus yang progresif masih dibutuhkan di era digitalisasi.

Penulis : C. Rahadi

Lainnya