Google University

Oleh : Satriagama Rakantaseta

Tema kali ini merupakan sebuah kegelisahan atas fenomena keterpurukan berbagai macam sistem masyarakat umum dan keperintahan sebagai hasil dari perkembangan budaya bangsa kontemporer Bangsa Indonesia yang selama ini digaungkan banyak pihak sebagai sebuah representasi budaya bangsa peninggalan nenek moyang Bangsa Indonesia yang sarat dengan keluhuran nilai.

Perlu diketahui disini bahwa peradaban yang luhur Bangsa Eropa pernah runtuh dan kehidupan mereka menjadi gelap. Masa Kegelapan di Eropa adalah periode sejarah Eropa yang berlangsung dari tahun 500 – 1000 Masehi. Periode ini ditandai dengan kemunduran ilmu pengetahuan dan budaya, serta banyaknya perang. Namun, keterpurukan mental tersebut pada akhirnya melahirkan sebuah kesadaran kolektif Bangsa Eropa dengan lahirnya banyak filsuf hebat yang merupakan embrio banyaknya penemuan-penemuan teknis dan non teknis yang spektakuler dan mulai mencerahkan dunia.

Ruang filosofis yang telah menghasilkan kemajuan peradaban manusia terus berlanjut hingga saat ini.
Bangsa Amerika baru yang merupakan sebuah sistem budaya baru hasil kolaborasi berbagai macam bangsa dan telah melipatgandakan kecepatan perputaran kemajuan peradaban manusia dengan menciptakan berbagai macam hal yang saat ini telah digunakan oleh hampir seluruh umat manusia di bumi, salah satunya adalah internet.

Google yang dilahirkan tahun 1997, saat ini merupakan salah satu raksasa dunia internet. Pada awalnya di tahun 1998, mulai populer sebagai sebuah situs pencari informasi internet. Beberapa turunan produknya, telah menjadi menjadi sebuah platform tradisi dunia sosial ekonomi yang penting bagi seluruh umat manusia saat ini dan masa depan.

Laporan dari BAPPENAS, pada tahun 2024 yang lalu, peringkat PISA Indonesia tergolong sangat rendah. Skor PISA Indonesia pada tahin 2022 menurun di semua bidang, dan menempatkan Indonesia di peringkat ke-66 dari 81 negara. PISA adalah salah satu dari banyak inisiatif OECD di bidang pendidikan. Tujuan PISA adalah mengevaluasi dan membandingkan keterampilan dan pengetahuan siswa dari berbagai negara di seluruh dunia dalam bidang membaca, matematika, dan sains.

Penggelontoran
Perlu diketahui ! Pemerintah Indonesia telah memggelontorkan anggaran pendidikan nasional secara besar-besaran. Setelah masa Pemerintahan Hindia Belanda yang secara resmi diakui secara internasional berakhir pada akhir tahun 1949, Pemerintah Indonesia mulai membangun sistem pendidikannya secara mandiri.

Saat ini, tingginya angka penggunaan anggaran belanja negara untuk melakukan importasi di berbagai macam barang modal dan konsumsi menunjukkan sebuah gambaran akan mandeknya sistem pendidikan di Indonesia. Padahal, tak henti-hentinya Pemerintah Indonesia telah memberikan beasiswa untuk menyekolahkan banyak peserta didik baik di kampus-kampus ternama di dalam negeri maupun di luar negeri dengan harapan bahwa mereka dapat bahu membahu membangun negeri sehingga menjadi sebuah negeri yang berdikari.

Namun faktanya, yang terjadi malah maraknya importase di hampir semua bidang kehidupan masyarakat, termasuk produk-produk pertanian yang seharusnya, sebagai sebuah negara yang dikaruniai tanah yang subur, dapat memproduksi berbagai macam.produk hasil pertanian dan perkebunan dengan kualitas yang sangat baik dan dapat bersaing dengan produk-produk sejenis dari Thailand ataupun Vietnam.

Terus, apa yang salah dengan siatem pendidikan di Indonesia? Tidak mampukah orang-orang pintar di negeri ini menciptakan sebuah sistem pendidikan mumpuni, yang dapat mencetak sumber daya manusia Indonesia yang mampu menciptakan karya-karya penting penanda perkembangan budaya dan tradisi yang kontekstual dengan zaman secara berdikari dan berdaya saing global? Bukankah kita semua mewarisi budaya bangsa yang luhur ?

Bila suatu saat nanti Google menjelma menjadi sebuah universitas yang membuka jalur ujian online dan memberikan ijazah yang diakui secara global dengan biaya yang sangat terjangkau oleh siapapun, bagaimana dengan masa depan sistem pendidikan tinggi di Indonesia?

Tampaknya, diperlukan sebuah upaya yang revolutif dalam mengelola potensi budaya warisan nenek moyang Bangsa Indonesia untuk menyelamatkan dunia pendidikan di Indonesia. Salah satunya dengan cara menghidupkan ruang filosofis sejak usia dini dalam sistem pendidikan nasional.

Selama ini, tanpa disadari oleh para stakeholder dunia pendidikan nasional, sistem yang dibangun cenderung mencetak lulusan-lulusan yang mampu untuk mengoperasikan berbagai macam sistem tercanggih hasil karya budaya bangsa lain, bukan mereka yang mampu untuk menciptakan sistem tercanggih buatan sendiri yang tentunya kontekstual dengan zaman, jati diri bangsa dan mampu untuk bersaing dengan kemajuan perkembangan budaya bangsa-bangsa lain.

Mungkin begitu ya ..

Salam budaya.
Satriagama Rakantaseta – Penggiat Budaya

foto – Ist

Lainnya