
Oleh : Satriagama Rakantaseta – Budayawan
Musim penghujan tahun ini sepertinya sangat berbeda dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Bulan Juni tahun ini sudah mencapai hari yang ke 19, namun hujan masih saja turun dengan derasnya menggenangi beberapa wilayah di Kabupaten Sidoarjo.
Wilayah Porong adalah wilayah terparah untuk kasus banjir yang terjadi tanggal 17 Juni 2025 yang lalu.Sejak pertengahan abad ke 19 hingga awal abad ke 20, Hindia Belanda menggelontorkan jutaan Gulden untuk merekayasa sistem pengairan dan sistem pengendali banjir, termasuk didalamnya sebuah surat perintah pembangunan Kanal Porong.
Kanal Porong adalah sebuah sungai buatan yang bermula di titik Dusun Pejarakan, Desa Kedungcangkring, Kecamatan Jabon. Aliran air Kanal Porong mengalir lurus kearah timur, hingga berakhir di muaranya (wilayah Tlocor, Jabon Sidoarjo).
Pada masa lalu, arah aliran air Sungai Porong Tua, dari titik Dusun Pejarakan mengalir ke arah selatan melintasi Desa Patuk, Gempol, Pasuruan serta Dusun Gondanglegi, Cangkringmalang, Beji, Pasuruan.
Tome Pires, seorang penjelajah Portugal menyebutkan dalam bukunya yang berjudul Suma Oriental, cetakan tahun 1515, muara Sungai Porong Tua terletak di wilayah Djangan (Dusun Janganasem, Trompoasri, Jabon, Sidoarjo).
Dalam banyak pemberitaan koran Hindia Belanda, sepanjang periode abad ke 19, wilayah Porong dan Gempol kerap dilanda banjir besar. Oleh karenanya, Pemerintah Hindia Belanda pun memasukkan sebuah daftar pekerjaan berupa pembangunan Kanal Porong dalam Staatsblad No. 100 tahun 1857. Kanal Porong mulai dikerjakan segera pada masa setelahnya untuk mengatasi problem banjir di kedua wilayah tersebut.
Di Dusun Pejarakan, di titik area berkeloknya aliran Sungai Porong Tua kearah selatan, B.O.W. (Dinas Pekerjaan Umum Hindia Belanda), membangun sebuah pintu air yang berfungsi untuk mengatur aliran air sesuai dengan kebutuhan irigasi dan pengendalian banjir.

Saat ini, Sungai Porong Tua sudah tidak berfungsi lagi sebagai sebuah sungai, bahkan di beberapa titik area yang terlintasinya, telah menjadi pemukiman warga dan fasilitas umum. Sebetulnya, bila kita paham maksud Hindia Belanda akan pembangunan Kanal Porong, tidak seharusnya Sungai Porong Tua menjadi Kalimati.
Para insinyur Hindia Belanda, pastinya telah memperhitungkan volume debit air level tertinggi yang mungkin akan mengalir dan melintasi beberapa area wilayah Kabupaten Sidoarjo.
Tegasnya, hasil penghitungan volume debit air tersebut, dikonversikan menjadi sebuah kanal yang cukup berlebih untuk menampung luapan air curah hujan di level yang tertinggi dalam musim penghujan di masa lalu. Namun sayang, setelah Belanda pergi, Sungai Porong Tua perlahan menjadi Kalimati, dan wilayah Porong serta Jabon menjadi banjir lagi banjir lagi.
Bagi Kabupaten Sidoarjo, ruang budaya, sejatinya adalah sebuah ruang yang dapat dipergunakan untuk memahami berbagai macam elemen budaya yang paling mendasar, termasuk memahami elemen pertumbuhan daratan baru serta dinamika arah aliran sungainya. Kanal Porong, sejatinya merupakan sebuah maha karya dari sebuah proses budaya masyarakat untuk memaksimalkan potensi air untuk kesejahteraan umum. Maha Karya hasil budaya bukan hanya tercipta dalam bentuk tari-tarian, wayang dan lain-lain seperti yang dipahami masyarakat umum pada saat ini, tetapi juga dalam bentuk sebuah kanal air.
Begitu nggeh ..
Salam budaya.
foto: ist