Sidoarjo dan Surabaya: Satu Sejarah, Dua Kota

 oleh : Satriagama Rakantaseta

Muasal terbentuknya wilayah Surabaya dan Sidoarjo merupakan satu kesatuan. Surabaya saat itu membentang hingga wilayah Porong, namun karena luasnya wilayah tersebut, pengelolaannya menjadi sulit. Oleh sebab itu, Porong dan sekitarnya kemudian menjadi bagian dari Sidoarjo.

Titik nol Delta Brantas berada di wilayah Tarik, yang dianggap sebagai daratan tertua di kawasan Sidoarjo-Surabaya. Setelah Tarik, daerah seperti Balongbendo, Sukodono, dan Prambon mulai terbentuk melalui proses sedimentasi alami. Kawasan lain seperti Waru dan Porong baru muncul belakangan.

Pada abad ke-10 hingga ke-12, catatan sejarah menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah Sidoarjo-Surabaya masih berupa perairan. Berdasarkan prasasti dan kronik kuno, seperti Prasasti Kamalagyan (1037 M) dan Prasasti Sangsang (907 M), disebutkan bahwa kawasan Hujung Galuh menjadi pelabuhan utama di wilayah ini. Pak Seto memperkirakan pelabuhan Hujung Galuh berada di area Sidoarjo saat ini.

Proses Terbentuknya Delta
Definisi delta mengacu pada daratan yang terbentuk akibat sedimentasi lumpur dari sungai besar, seperti Sungai Brantas. Sedimentasi ini mengubah perairan menjadi daratan secara perlahan selama ribuan tahun. Pada tahun 1000-an, delta pertama terbentuk di wilayah utara Sidoarjo, meliputi daerah seperti Sukodono, Krian, dan Taman. Proses ini terus berlangsung hingga bagian selatan Sidoarjo terbentuk.

Sedimentasi ini juga dapat dikaitkan dengan prasasti dan catatan sejarah lainnya. Jika merunut berdasarkan data matematis dan sejarah, bisa melihat bagaimana Sungai Brantas memainkan peran penting dalam membentuk lanskap Sidoarjo.

Pada masa kerajaan, wilayah ini juga disebut dalam Prasasti Wanua Tengah III (908 M) dan berbagai catatan Tiongkok, yang menggambarkan pentingnya Hujung Galuh sebagai pusat perdagangan dan pelabuhan. Pada masa Kerajaan Kahuripan dan Janggala, kawasan ini mulai berubah menjadi daratan rawa-rawa, sebelum akhirnya berkembang menjadi kota yang kita kenal sekarang.

Sejarah Sidoarjo menunjukkan betapa kuatnya hubungan antara faktor alam dan perkembangan peradaban manusia. Kota ini bukan hanya sekadar wilayah administratif, melainkan juga bukti nyata dari proses geologi yang berlangsung selama ribuan tahun. Julukan “kota delta” bukanlah tanpa alasan, melainkan cerminan dari perjalanan panjang pembentukan daratan melalui sedimentasi Sungai Brantas.

Sebagai kota yang terus berkembang, Sidoarjo memiliki warisan sejarah yang kaya dan layak untuk dijaga. Bagi masyarakat Sidoarjo, memahami sejarah kotanya dapat menjadi inspirasi untuk menghargai proses panjang yang telah membentuk identitas mereka. (*)

Satriagama Rakantaseta – Penggiat Budaya

Lainnya